Social Icons

Pages

Jumat, Mei 06, 2011

Saya dan Musik Indie


Seorang kawan mengernyitkan kening sambil mengembalikan hp saya yang tadi ia pinjam. "Teu karenal ah laguna" (ga kenal ah lagu-lagunya). Hehe.. Saya cuma  nyengir. Itu komentar yang sama dari sekian orang yang pernah melihat playlists di music player hp saya. Rata-rata mereka tidak mengenali lagu-lagu yang ada di sana, karena playlist di hp saya memang dipenuhi  lagu-lagu indie, genre yang masih sangat asing untuk sebagian besar kawan-kawan saya.

Sejak beberapa bulan terakhir saya memang begitu menggandrungi lagu-lagu indie.  Sebenarnya saya sudah mengenal lagu indie skitar 2 tahun lalu, sejak saya jatuh cinta pada Efek Rumah Kaca pertengahan Desember 2008 silam. (Buat yg belum tau, ERK itu band indie asal Jakarta yg mengusung lagu-lagu bertema sosial, lingkungan, psikologis, politik dan tema cinta yang beda dari kebanyakan lagu cinta para musisi mayor label kita). Namun saat itu referensi musisi indie yang saya punya hanya ERK. Saya memang sudah mengenal Pas Band atau Rocket Rockers sebelumnya, tapi hanya tau beberapa lagu saja. Saya belum tergerak untuk mencari tahu musisi indie yang lainnya. Mungkin karna saya masih terkungkung di dalam lingkungan pecinta musik mayor label. Atau dengan kata lain, saat itu saya masih menjadi penggemar sejumlah band populer seperti sebagian besar anak abege lainnya (eitts walo begitu, saya bukan tipe abege yang menulis sms pake bahasa planet satwa dan bergaya unyu unyu di foto loh yaaah. saya ga pernah ikutan yang kaya gitu-gitu. hehehe).

Kira-kira sekitar bulan November 2010 lah tiba-tiba saya tergerak untuk mencari lebih banyak musisi indie lainnya. Ada beberapa alasan mengapa saya akhirnya lebih memilih indie.Antara lain karena
saya merasa jiwa saya bukan pada band-band populer tadi. Saya ingin mencari karya-karya yang lebih sesuai dengan diri saya. Karya-karya yang lebih 'dalam', lebih filosofis, lebih kreatif, lebih variatif. Karna jujur, saya bosan dan nyaris muak disuguhi lagu-lagu cinta melulu. Saya butuh yang lebih berwarna dari itu.  Yang lebih segar dan berkualitas. Uhmm bukan berarti lagu dari musisi mayor label tidak berkualitas, saya tidak mau menyamaratakan begitu saja. Masih ada ko musisi mayor label yang lagunya bagus. Dan saya masih mendengarkan mereka sampai sekarang. Grup band Padi contohnya. Sayangnya sebagian besar musisi mayor label ini mengusung tema yang agak monoton. Semua selalu saja tentang cinta (nada-nada yang minor, lagu perselingkuhan.. atas nama pasar smuanya begitu klise..elegi patah hati, ode pengusir rindu..atas nama pasar semuanya begitu banal..). 


Boleh-boleh saja orang mengusung tema cinta, tapi alangkah menyenangkannya jika mereka juga bisa menggali sesuatu yang lain selain cinta. Membuat lagu  bertema sosial atau nasionalisme misalnya. Seperti yang kita ketahui, musik merupakan salah satu media yang sangat berpengaruh terhadap penikmatnya. Sehingga akan sangat bermanfaat jika para musisi itu tergerak untuk membuat karya yang menggugah kepekaan sosial para pendengarnya yang sebagian besar terdiri dari anak-anak muda, yah sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap pembentukan mental anak bangsa. Hoho, gaya sekali bahasa si sayah…heuheu. Tapi saya juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para musisi, karna itu adalah resiko bagi mereka yang bernaung di bawah label komersil. Mungkin  sebenarnya mereka juga memiliki segudang ide kreatif lain dalam bermusik, tapi ya itu dia..karna tuntutan label dan selera pasar, kreativitas itu pun terpaksa dikebiri. Untuk  merubah kondisi tersebut, mereka harus berani mendobrak selera pasar dengan membuat lagu yang berlawanan arus.  Toh seperti kata Efek Rumah Kaca : pasar (musik) bisa diciptakan. So, bukan tidak mungkin kalau mereka suatu saat nanti bisa mengubah selera pasar dengan karya yang memikat, tanpa harus menggadai unsur seni sebagai hakikat dari musik itu sendiri.

Humm rasanya kepanjangan kalo saya bahas ini. Lagipula saya hanya seorang penikmat musik yang masih sangat awam, tidak memiliki kualitas untuk mengomentari layaknya para pengamat music. Saya hanya ingin bercerita tentang kenapa akhirnya saya lebih memilih indie. Bahwa saya merasa band indie lebih kreatif dan variatif karna tidak terkungkung oleh selera pasar maupun tekanan label, sehingga musiknya jauh lebih berwarna. Para musisinya bisa berkarya sesuka hati. Mengikuti seni, bukan industri.  Dan mereka tidak perlu sampai membuat lirik nyeleneh dan kampungan atau membuat gosip murahan demi meraih perhatian pasar. Musik indie juga mengasah 'kecerdasan linguistik' karna beberapa musisinya menggunakan lirik yang filosofis dan puitis. Lirik-lirik yang cerdas...


Oke, kita kembali saja ke  pembahasan tentang pencarian musisi indie. Pada saat proses pencarian itulah saya berkenalan dengan SORE. Cerita perkenalan saya dengan Sore akan saya bahas pada postingan selanjutnya karna itu membutuhkan ruang yang lebih luas. Singkat cerita, setelah saya dibuat tergila-gila dengan sukses oleh kerennya karya Sore, saya pun merambah lebih luas.  Saya mulai menggauli Frau, Sarasvati, Mocca, The S.I.G.I.T, Indie Art Wedding, Karnatra, Zeke Khaseli, Homogenic, Bangkutaman, dll. Dan saya pun dibuat terkesima oleh karya-karya mereka.  Mereka seperti pengobat haus saya akan karya yang begitu bermakna, bukan hanya sekedar lagu yang dibuat demi memenuhi kemauan pasar dan label, sehingga mengabaikan kreativitas dan  unsur seni. Yah, mereka lah yang saya cari selama ini. Dan saya akan terus menggauli dunia ini.  Karna kini, Indie lah arah saya.

3 komentar:

  1. akhirnya,ada yg berbagi cerita tentang kesukaannya pada indie music,
    ok,pas mantap....
    i like it,Hanaaaaa.....:)

    BalasHapus
  2. hehe, makasih banyak ya bang...

    ini cuma sbuah tulisan sederhana, ungkapan perasaan sy tentang kecintaan saya pada indie. saya sendiri masih sangat awam mengenai ini, masih harus banyak belajar, mencari dan mendengarkan... :)

    BalasHapus

Hei sobat, komenin postingannya dunk... Tapi pleaaseee jangan ninggalin link hidup di sini yaa, makasih ^^