Setelah Legian
Kuta, buku kedua yang membuat saya gelisah belakangan ini adalah The Journey
nya Gola Gong. Buku terbitan Salamadani tahun 2008 ini memuat kisah perjalanan
Gola Gong menyusuri sejumlah negara di Asia sejak September 1991 sampai Mei
1992. Mulai dari Malaysia, Thailand, Laos, Bangladesh, India, Nepal dan
Pakistan. Tulisan perjalanannya ini pernah dimuat secara bersambung di majalah
Anita Cemerlang tahun 90 an, namun dalam The Journey disajikan kembali dengan
cerita saat Gola Gong tengah menghadapi sakit pengapuran tulang punggung serta
cerita saat bapaknya mengalami kelumpuhan dan kemudian meninggal dunia. Buku
ini merupakan kilas balik masa lalu dan masa kini Gola Gong, membaca buku ini
kita bisa tahu sepenggal proses hidup seorang Gola Gong dari masa ke
masa.
Gola Gong
sendiri adalah penulis yang karyanya cukup akrab di telinga saya sejak lama.
Bukunya antara lain Balada Si Roy, Anak Matahari, Travel Writer, dll. Buku The
Journey menurutnya bukan hanya perjalanan fisik semata tapi juga perjalanan
menuju Allah SWT. Maka tak heran jika buku ini juga menyuguhkan sisi perjalanan
spiritual Gola Gong.
Saya terpikat
dengan cara Gola Gong memaparkan kisah perjalanannya melintas batas-batas
negara sekaligus melintas batas kemampuan fisiknya. Tangan kiri Gola Gong
diamputasi saat berusia 11 tahun, tapi meski memiliki keterbatasan fisik ia
berhasil mendobrak batas itu dan membuktikan diri bahwa batas bukan penghalang.
Ia pernah ditanya seorang lelaki Thailand saat berada di Khao San, ”bagaimana
bisa satu tangan mengendarai sepeda sejauh ini?” dan Gola Gong menjawab dengan
berkelakar: “Satu tangan oleh saya, dan satu tangan oleh Tuhan”. Subhanallah...
Tekad, kawan, jika sudah kau miliki, takkan bisa menghentikanmu.
Seperti yang
ditulis dalam buku itu:
di tengah
keterbatasan yang ia miliki: fisik, keuangan, pengalaman dan penguasaan bahasa
asing yang pas-pasan, ia berhasil mewujudkan sebagian cita-citanya untuk
berkeliling dunia.
Gola gong
memang petualang sejati. Saat SMA sekitar tahun 80 an ia nekat menggelandang
menyusuri kota-kota di Jawa. Dengan membawa serta kaset The Beatles, Rolling
Stone, Ebiet G. Ade dan Iwan Fals ia ber-liften alias menumpang berbagai
kendaraan tanpa membayar. Kuliahnya di Unpad tidak selesai karna ia memilih
menyusuri nusantara selama dua tahun. Dan pada tahun 90 an akhirnya melebarkan
sayap, menyusuri bumi Asia. Kisahnya mulai dari Malaysia hingga Pakistan
ditulis dengan gaya yang asik. Yang paling seru sewaktu "terjebak
perang" holy water pada Holy Festival di Varanasi India, dan
yang paling menegangkan sewaktu ketemu seorang maho di Pakistan, Oh My God..
untung ga diapa-apain, haaaaa.. Atau ada juga kisah cinloknya dengan seorang
cewek Berlin yang membuatnya sempat dilema. Juga pengakuan jujur dan apa adanya
bahwa ia sempat jauh dari Tuhan saat berada di India dan Nepal. Kami lantas
dijamu makan dan minum (alkohol, tentu). Aku betul-betul memang jadi jauh dari
Tuhan selama di India dan Nepal. Aku menyadari itu. (halaman 173)
Dari buku ini
saya bisa merasakan energi Gola Gong muda yang meluap-luap, kecintaannya pada
melangkah dan keindahan caranya memaknai hidup. Bagiku, menyusuri bumi
adalah juga perwujudan dari iqra. Membaca dunia. Aku belajar langsung dari Maha
Guru Kehidupan; Allah. (menu pembuka The Journey)
Atau yang ia
tulis di halaman 17:
tidur di stasiun kereta api, terminal bus dan teras
masjid sangat menantang serta banyak memberi pelajaran berharga. Bertemu dengan
orang-orang baru, merangsang imajinasiku untuk terus melakukan perjalanan
absurd pada usia sekolahan, di mana orang-orang seusiaku saat itu sedang tekun
mempersiapkan ujian skolah. Betapa heroiknya, duduk di samping sopir truk pada
malam hari, menemani kantuknya, mendengar ceritanya yang penuh derita sehingga
mengasah rasa sosialku.
Sungguh luar
biasa cara Gola Gong menikmati dan memaknai hidup.
Lalu apa yang
membuat saya jadi gelisah? Karna saya jadi “kepengen”. Iya, saya ingin seperti
Gola Gong, bisa menginjakkan kaki di tempat-tempat baru, bertemu orang-orang
baru, melihat adat dan tradisi baru. Saya ingin terus melangkah, menyaksikan
kekerenan Sang Maha Keren yang tersebar di setiap penjuru bumi. Hidup hanya
satu kali. Dan saya sangat berharap Tuhan pun memperbolehkan saya
menyusuri bumiNya.. Aamiin...
Saya merasakan
indahnya menyusuri tempat-tempat baru saat mulai jatuh cinta dengan traveling
dua tahun lalu. Tapi saya malu sih mau nyebut suka traveling, soalnya jejak
saya belumlah seberapa, hehe.. baru beberapa tempat saja yang saya datangi,
itupun tidak intensif saya lakukan karna satu dan lain hal. Namun saya
benar-benar jatuh hati pada kegiatan ini. Sungguh suatu kepuasan batin yang
luar biasa besar ketika saya berhasil menginjakkan kaki di tempat yang baru.
Nikmat rasanya bisa melihat alun-alun, jalanan, pasar, wisata alam maupun
perkampungan yang ada di kota-kota baru. Karena itulah saya ingin terus
melangkah. Hanya sayangnya langkah saya kerap tersendat. Keterbatasan biaya, waktu,
teman jalan, ijin orangtua adalah tantangan yang paling sering menghambat gerak
saya. Soal biaya, saya bisa dibilang termasuk anak muda yang jarang punya duit
besar. Percaya ato ga, uang jajan saya semasa kuliah hanya lima ribu sehari,
serius. Anak tetangga saya yang SD aja lebih gede, Hehe.. tapi buktinya saya
masih bisa survive kan? Hidup itu yang penting berkah, toh rezeki bisa dateng
dari mana aja. Yah mudah-mudahan aja dink hidup saya ini emang berkah,hehe.Saya tau ibu
saya bukan pelit dengan ngasih jatah hanya segitu, sama sekali ibu saya ga bermaksud pelit. Tapi memang kondisi ekonomi tidak
selalu mendukung. Ibu saya juga punya pandangan, bahwa uang saku yang
terbatas dimaksudkan supaya anak-anaknya bisa lebih prihatin, sebab kalo
terbiasa prihatin bisa lebih tergerak untuk maju, begitu kata ibu saya. Dan
sekarang saya bisa membuktikan kebenaran ucapan ibu saya itu. Meski sering
kesulitan, tapi saya dapet hikmah tersendiri dari dikasih duit pas-pasan. Saya
jadi terbiasa hemat, juga jadi cerdas menganalisa dan memilah pos pengeluaran
(untuk jajan, fotokopian, pulsa dan lain-lain), sesuatu yang bisa berguna
sepanjang proses hidup saya.
Nah kendala
lainnya adalah ijin orangtua. Ibu saya termasuk tipe ibu protektif, lah saya
jam lima sore belum pulang kuliah aja uda ditelponin, hehehe... Saya sulit
dapet ijin kalo jalan sendiri atau jalan dengan teman-teman baru. Saya diijinin
jalan kalo sama temen-temen yang udah dikenal baik sama ibu saya. Satu sisi
saya emang ngerasa terkekang, saya iri liat orang lain yang kayanya gampang
banget mau jalan kemana, dengan siapa. Tapi di sisi lain saya menganggap ini
sebagai wujud cinta luar biasa dari ibu saya. Dan saya sangat mencintai
wanita hebat ini, maka saya memilih menahan diri untuknya. Saya rasa, tiket
kebebasan akan saya dapetin kalo misalnya udah nikah, hehe.. Saya
berharap kalo sudah menikah saya bisa melangkah terus, dan bisa lebih nyaman
karna disertai muhrim kan, hehehe..
Dan kini, The
Journey membuat keinginan melangkah itu meletup-letup kembali. Sudah beberapa
bulan saya ga kemana-mana, rasanya kangen ingin melangkah lagi...
oh iya, seperti yang
tadi saya katakan, The Journey bukan hanya perjalanan fisik Gola Gong
mengelilingi sejumlah negara, tapi juga perjalanan hati. Saya menemukan
berbagai pelajaran tentang makna kehidupan, terutama kesabarannya menghadapi
penyakit berat yang menimpanya maupun yang menimpa almarhum bapaknya. Buku ini
bukan hanya membangkitkan keinginan saya untuk terus melangkah, membaca bumi
Allah, tapi juga mengajari saya arti semangat hidup, optimisme dan ketegaran.
Saya yang juga
berfisik lemah dan sakitan belajar lebih tegar. Selama ini saya sering mengeluh
dengan rentetan penyakit yang Allah beri, tapi ternyata sakit saya ngga
seberapa dibanding penyakit yang diderita Gola gong. Gola Gong telah mengajari
saya untuk bersyukur, untuk tegar. Aku selalu berpikir optimis. Penuh semangat.
Slogan tetap semangat yang sering aku dengung-dengungkan. Semangat,inilah pelajaran paling berharga yang saya terima dari perjalanan hatinya Gola Gong dalam The journey.
Terimakasih
Gola Gong...terimakasih banyak, telah mengajari saya semangat, optimisme,
ketegaran, dan kecintaan untuk melangkah...
pertamax
BalasHapusmengamankan pintu utamanya dulu.
modemku lemotgila...saking lemotku sampe ng'heng laptopku, seharian tak pantengin..
hadeuh ampun ah, besok lagi deh bacanya.
salam sehat selalu deh yah
Di balik perjalanan ada sebuah kisah.. dan memang cukup menarik untuk dilukiskan dengan kata-kata.. jalan2 yg deket2 aja.. garut, bdg, dan wilayah jabar masih banyak tempat menarik yg layak dikunjungi dan dapat "menyaksikan kekerenan Sang Maha Keren". :)
BalasHapusGola Gong emang patut diteladani. Saya yang baru dua minggu ini dikasih sakit flu, masuk angin, dan batuk tak berdahak saja udah ngerasa diuji berat banget sama Allah, beuh.. apalagi beliau yang penyakitnya aneh-aneh!
BalasHapusSetuju... hidup itu survive. han.. :) jangan mau stagnan di zona aman dan nyaman mulu ... optimis dan semangat!!!
hadir saya kali ini m'baca sampe tuntas.
BalasHapus"anak muda jangan loyo, jangan kemayu, jangan cengeng, bunsungkan dadamu dalam setiap kondisi apapun dan berteriaklah sekuatmu, kepalkan tinjumu setinggi tingginya, dan bilang pada dunia "wahai dunia...aku adalah anakmu akan kutaklukan engkau" jangan engkau lemah karena kurangmu, engkau harus yakin, justru disitulah letak kekuatanmu....mungkin gituh inti yang ingin disampaikan Golagong.
hayo bangun dan cerialah selalu kaya sayah yeuh...hehehe
hidup adalah sebuah perjalanan yang menunggu akhir perjalanan,jadi mari kita pergunakan hidup ini dengan penuh arti.setlah saya embaca kisah di atas saya jadi semangat.
BalasHapusgola gong...salah satu traveller sejati dari Indonesia...salut untuk gola gong :-)
BalasHapusAssalamu'alaikum,Ngiring maos Neng,,nice post,terus berkarya and tetap semangat eayah,,,,
BalasHapus@satubumikita: hehe yap, semoga kaki kecil ini bisa terus melangkah... pengen banget sebenernya bisa gabung sama temen2 Satubumikita, jalan kemana gitu.. tapi yah itu dia, susah ijinnya, hiksss
BalasHapus@cepy: mudah-mudahan saya jadi ga gampang ngeluh juga sekarang.. ga kebayang kalo sampe harus ngalamin kaya MAs Gola Gong...tapi beliau emang bener2 tabah orangnya, salut :)
@desa : tepat sekali apa yang akang sampaikan..
BalasHapusiya saya juga belajar ceria dari pak Kades Cilembu nih, hihihi :D
@zig zoor : benar kang... hidup adalah perjalanan, dan sebaik-baiknya perjalanan adalah yang memiliki arti yang indah bagi diri sendiri dan bagi orang banyak :)
@hariyanto : jauh sbelum "backpacking dan traveling" jadi terkenal seperti saat ini, Gola Gong sudah jauh-jauh hari jadi seorang backpacker dan traveler, keren banget yah :)
BalasHapus@dede : waalaikumsalam kang, hatur nuhun kasumpinganna... salam blogging :)
BalasHapusassalaamu'alaikum...
BalasHapusmenarik sekali membaca resume dari mbak, serasa ikut berpetualang didalamnya
@agus : waalaikumsalam... terimakasih banyak ya mas, terimakasih juga sudah mampir :)
BalasHapusjadi penasaran deh sama bukunya
BalasHapuspromo jsm alfamart terbaru