Social Icons

Pages

Rabu, Agustus 24, 2011

Antara Saya, Bapak Saya dan Musik

Suatu malam selepas salat teraweh, saya menyelesaikan tumpukan setrikaan yang sempat terbengkalai karena sakit sambil ditemani alunan sejumlah lagu lama. Saat itu salah satu lagu yang saya putar adalah Melati Suci nya Guruh Soekarno Putra.  Saya memang menyukai lagu-lagu lama, macam lagu Koes Plus, Broery Marantika, serta lagu-lagu pop perjuangan seperti Selendang Sutra, Sepasang Mata Bola, Melati di Tapal Batas, Bandung Selatan di Waktu Malam, dll.


Di tengah alunan Melati Suci, lamat-lamat terdengar suara seseorang ikut menyenandungkan lagu ini. Ternyata itu bapak saya yang sedang membersihkan dispenser di dapur yang bersebelahan dengan ruangan tempat saya nyetrika. Saya pun tersenyum simpul, rupanya bapak saya juga tau lagu ini. Walau tidak begitu hapal, mungkin karna sudah lama tak mendengarkan, tapi bapak saya tetap mengikuti sampai selesai. Selepas Melati Suci, kali ini Donna Donna nya Joan Baez yang mengalun dari hp saya. Lagi-lagi bapak saya ikut menyenandungkan lagu tersebut sambil tetap membersihkan dispenser. Tampak raut mukanya jadi berseri-seri. Sepertinya lagu-lagu yang saya putar membuat bapak saya ikut terhibur. Untuk menyenangkan hatinya saya pun melanjutkan dengan memutar lagu Simponi yang Indah dari Once yang merupakan lagu lama, Ebony and Ivory dari Stevie Wonder feat Paul Mc.Cartney hingga lagu-lagu Doel Sumbang yang diikuti dengan senandung beliau.
­­­­


Sambil menyetrika, pikiran saya menerawang. Saya rasa kesukaan saya pada musik sedikit banyak ikut ditumbuhkan oleh kebiasaan bapak saya yang gemar memutar lagu saat kami sedang berkumpul di rumah. Bapak saya memang pecinta musik sejak muda dulu. Hal ini dibuktikan dengan koleksi puluhan bahkan mungkin mencapai seratus lebih kaset tape penyanyi idola di masa mudanya dulu yang hingga kini masih disimpan. Saya sering mengagumi koleksi bapak saya yang seluruhnya merupakan kaset original. Menurut saya hal tersebut merupakan bentuk kecintaan yang tulus pada musik. Bandingkan dengan saya yang hanya mampu membeli kaset atau cd bajakan seharga lima ribuan karna uang jajannya lebih banyak digunakan untuk isi pulsa dan isi perut, heuheu..


Hanya sayangnya beberapa koleksi beliau sudah tak lagi bisa digunakan. Koleksi bapak saya itu pasti masih bisa diputar seandainya saja di masa kanak-kanak dulu saya dan kakak tidak merusaknya dengan menjadikan kaset-kaset itu sebagai mainan rumah-rumahan, atau memburaikan pita kasetnya untuk tujuan yang tidak jelas. Kini saya ikut menyesali kebiadapan saya dan kaka yang bukan hanya merusak koleksi kaset bapak saya, tapi juga merusak pengetahuan kami akan musik. Kaset-kaset itu sekarang hanya jadi pajangan, tak mungkin diputar lagi. Padahal untuk mengumpulkan koleksi sebanyak itu tentu bapak memerlukan waktu, biaya dan mungkin juga pengorbanan yang tidak kecil. huhu.. alangkah bar-barnya saya dan kaka saya dulu…

Meski begitu, kecintaan bapak pada musik masih tetap mengalir hingga saat ini. Bapak rutin memutar berbagai lagu jika sedang bersantai. Lagu-lagu Broery, Doel Sumbang, Rinto Harahap, The Beatles, Ebiet G.Ade dan kawan-kawan bak semacam lagu latar yang menemani saat-saat libur atau saat sedang berkumpul bersama seluruh keluarga. Dari kegiatan itulah saya jadi ikut mengakrabi karya-karya mereka dan turut menyukainya pula. Saya pun hapal lagu-lagu seperti Flamboyan, Gubahanku, Gereja Tua, Kembali ke Jakarta, dll. yang mungkin tidak begitu dikenali anak-anak muda seusia saya.


Jika ada ungkapan like father like son, maka bagi kami ada ungkapan like father like daughter. Banyak kesamaan diantara saya dan bapak saya. Mulai dari karakter, kebiasaan baik, kebiasan buruk, hingga kesukaan, termasuk kesukaan kami pada musik. Tengoklah kesamaan kami dalam selera musik, mungkin hanya rock dan reggae yang membedakan kesukaan kami.  Diantara ketiga putrinya, hanya pada saya selera musik bapak menular. Saya ikut menyukai sejumlah musisi yang beliau sukai, termasuk kang Doel Sumbang. Bapak sayalah yang berjasa besar menumbuhkan kecintaan saya pada Doel Sumbang melalui rutinitasnya memutar lagu-lagu Kang Doel setiap kami berkumpul. Dan menyukai lagu Kang Doel merupakan suatu hal yang sangat saya syukuri karna karyanya cukup berpengaruh bagi hidup saya, sama seperti ketika saya mendengarkan lagu-lagu Bang Iwan Fals.

Kadang diskusi-diskusi ringan mengalir diantara kami berdua saat sedang sama-sama mendengarkan lagu atau sedang menonton acara musik nostalgia di televisi. Zona Memori adalah salah satu acara tivi favorit kami. Kadang kami juga saling bertukar pengetahuan. Bapak saya pun cukup open minded, beliau lumayan rutin mengikuti perkembangan musik saat ini, apalagi jika dibandingkan dengan ibu saya. Ketika ibu saya dengan polosnya mengomentari The Changcutter dengan mengatakan "eta teh band zaman iraha, bajuna baju zaman baheula keneh" (itu teh band zaman kapan, ko bajunya baju zaman dulu), bapak saya sudah bisa berkomentar "eta teh The Changcutter, bu..da emang gayana kitu"...ato ktika ibu saya baru terbengong-bengong melihat Band Kuburan dengan wajah coreng morengnya, bapak saya sudah cukup sering mendengar lagunya. Bahkan mungkin hapal,hehe..

Seandainya bapak saya pintar main alat musik dan saya adalah seorang penyanyi, maka bukan tidak mungkin kelak kami bisa serupa Erwin dan Gita Gutawa, atau Husein dan Nina Tamam. Tapi karna bapak saya bukan musisi dan saya jelas bukan seorang penyanyi, maka kami berdua hanya jadi bapak-anak pengagum musik sejati. Walau begitu sepertinya bapak saya juga punya keinginan agar anaknya bisa jadi musisi. Dulu kami punya harmonika, tapi keburu rusak dijadikan mainan tanpa sempat melahirkan pemain harmonica kelas amatiran sekalipun. Tak kapok dengan itu, maka dibelikanlah angklung sepulang beliau dinas dari Bandung. Namun karna memang anak-anaknya tak ada yang becus memainkan alat musik apapun, angklung di rumah kami lagi-lagi hanya menjadi pajangan, sama seperti keyboard yang dibelikan ibu saya dulu. Mungkin seharusnya bapak dan ibu saya membelikan mp4 saja, karna anaknya hanya becus mendengarkan musik, bukan memainkan..hehe

Malam itu, usai melipat setrikaan terakhir, tanpa sadar saya tersenyum kecil. Saya bersyukur memiliki orangtua yang juga menyukai apa yang saya sukai (walau tak pernah mengizinkan saya pergi ke gigs dengan berbagai macam alasan, huhuhu...) tapi dukungan mereka terhadap apa yang saya sukai membuat kecintaan saya semakin besar terhadap music.

4 komentar:

  1. sambil setrika dengerin musik, hati2 kebakar bajunya. hehe..

    BalasHapus
  2. kapan2 nyetrikanya dirumah saya aja yah :D wkwkwkwwk soalnya banyak setrikaeun numpuk, nanti saya suguhin lagu2 lawas dari beatles deh :P salam ma babeh dari si sayah

    BalasHapus
  3. @roe: hehehe,saya emang ga bisa lepas dari musik,mas..nyetrika,masak,ngepel,bahkan *maaf*di kamar mandi juga sambil dengerin musik..cuman solat sama tidur doank yg ngga..hihi

    BalasHapus
  4. @ananda: hahaha,siap kang..kbetulan PRT keliling adalah krjaan sampingan saya slain kuliah,jadi kalo perlu jasa saya bisa kirim email atau wall di fb*ahihi,gaul pisan PRT yang satu inih,hehe*..
    salam balik dari bapak saya :)

    BalasHapus

Hei sobat, komenin postingannya dunk... Tapi pleaaseee jangan ninggalin link hidup di sini yaa, makasih ^^